Rabu, 19 Oktober 2016

METAFISIKA

METAFISIKA

Alhalaj Muhyiddin

 

Konsep hubungan antara manusia dengan alam semesta sebagaimana yang telah diundangkan oleh Allah Taala ialah: manusia mengabdi kepada Allah Taala sedangkan alam semesta mengabdi kepada manusia, sebagaimana simbolisme kiblat dalam ibadah sholat yakni yang berada di penjuru alam semesta kiblatnya menghadap ke Masjidil Harom, dan yang berada didalam Masjidil Harom kiblatnya menghadap ke Baitulloh, jika divisualkan laksana sirkel (Al-Baqoroh/ayat 144 dan Al-Maidah/ayat 97). Inilah mekanisme hubungan antara Allah - manusia - alam semesta, yang tidak menyalahi 'konsep' sesungguhnya yang telah ditetapkan Allah Taala.

Dalam hal hubungan baik kepada Allah Taala, manusia tentu harus menyadari Kehadliran Allah secara eksistensial, menyadari Maha Dekat nya Allah dalam dirinya, disinilah letak 'Misteri Manusia' itu sendiri. Namun 'misteri manusia' ini sulit ditembus oleh kekuatan intelektualitas dan rasionalitas yang selalu menuntut segala sesuatunya secara ilmiyah dan bisa diterima logika. Oleh sebab itu dalam tulisan singkat ini perlu sedikit membongkar tembok logika dengan kaidah-kaidah ilmiyah melalui pendekatan 'realitas metafisika'.

Sedangkan dalam hal hubungan baik kepada alam semesta, yakni alam semesta mengabdi kepada manusia adalah konsep yang sulit pula diterima oleh logika. Bagaimana tidak, bentangan dan luasan alam semesta dalam pengalaman manusia selama ini hanya diperoleh lewat persepsi inderawi dan diteruskan oleh fikiran yang diolah dalam proses kegiatan berfikir, maka hasilnya menjadi pengetahuan rasional. Oleh karena realitas indera bersifat materi, maka ia hanya mampu menangkap realitas yang bersifat material pula.

Padahal kalau kita lepaskan semua realitas materi atau kita tinggalkan semua jenis pengertian rasional, masih adakah penggolongan benda-benda seperti yang dikenal dalam ilmu fisika? mulai benda gas, benda cair, dan benda padat? Kalau bukan karena indera peraba, masihkah besi dan bebatuan dianggap keras? Bukankah keras atau lunak hanyalah hasil pengamatan indera peraba yang kemudian disepakati rasio? Andai saja rasio tidak menyepakatinya, bisa saja besi dan bebatuan tidak disebut benda keras meskipun telah disentuh oleh indera peraba. Dengan kata lain, andai saja kerja rasio itu tidak selalu dipengaruhi oleh indera lahiriah yang terbatas pada benda fisik saja, bisa jadi kemampuan rasio akan menjadi semakin luas tak terbatas, sehingga sesuatu hal yang menurut rasio orang awam dianggap tidak masuk akal atau tidak rasional tetapi bagi rasio orang tertentu dianggap masuk akal dan rasional. Maka disinilah 'realitas metafisika' mengungkap 'energi alam semesta' untuk bisa dibaca oleh rasio yang tidak dibatasi ruang dan waktu atau dibatasi kaidah-kaidah fisik belaka. Maka tidaklah heran jika banyak ayat Alquran yang berbunyi: "Apakah kamu tidak menggunakan akal?" yang diulang-ulang di berbagai ayat. Pertanyaan Allah tersebut ("Apakah kamu tidak menggunakan akal?") tidak lain adalah untuk mendidik kita agar selalu belajar melihat sesuatu dibalik apa yang tampak, melihat sesuatu yang 'meta', melihat sesuatu dibalik yang fisik. Inilah bagian esensi mendasar dari ilmu metafisika.

Karena sesungguhnyalah energi yang tersimpan dalam diri manusia dan apa yang ada dibalik alam semesta ini bisa ditransformasi untuk memenuhi hajat keperluan manusia. Rosulullah SAW pernah bersabda: "Ad-du'au nuurus samaawaati wal ardli, artinya: doa adalah cahayanya langit dan bumi". Dengan kata lain, energi alam semesta bisa dihimpun dan dimanfaatkan.

Lebih jauh mengenai hubungannya antara Misteri Manusia dengan Energi Alam Semesta, telah disinggung dalam salah satu ayat Alquran berikut ini: Wafil ardli ayatul lil muuqiniin. Wafii anfusikum afalaa tubshirun. (Adz-Dzariyat / ayat 20-21), Artinya: "Dan di bumi adalah ayat (tanda-tanda Kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yaqin. Dan didalam dirimu semua apakah kamu tidak melihat?"

Dari mencermati ayat ini berarti ada rahasia hubungan antara alam semesta sebagai ayat-ayat Allah dengan 'sesuatu yang ada didalam diri manusia', sehingga di ujung ayat ada pertanyaan "apakah kamu tidak melihat?", menunjukkan kita diperintah memperhatikan dan mendalami tentang apakah 'sesuatu yang ada didalam diri manusia' itu yang mampu menggerakkan energi alam semesta, inilah ayat bagi orang-orang yang yaqin.

Dalam kitab AlHikam (kitab tashawuf) dijelaskan bahwa manusia adalah jauhar (berlian) nya alam semesta. Energi alam semesta bisa digerakkan oleh jiwa manusia atau keyakinan yang ada dalam hati manusia. Energi alam semesta juga bisa digerakkan oleh fikiran manusia. Karena manusia adalah saripatinya alam semesta (wa innaka jauharotun tanthowiyyu 'alaika ashdafu mukawwanaanihi).

Atau menurut bahasa Alquran, manusia itu adalah 'kholifah fil ardli' (kholifah di bumi): "Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menjadikan kholifah di bumi" (Albaqoroh/30).

Alam semesta adalah alam kabir, dan manusia adalah alam shoghir (miniaturnya alam semesta). Untuk mengendalikan alam semesta adalah dengan cara mengendalikan apa yang ada didalam diri manusia, karena seluruh alam semesta ini tersimpul didalam diri manusia, manusia adalah jauharnya alam semesta, manusia adalah prototype-nya alam semesta.

Menurut ilmu metafisika, pada dasarnya alam semesta ini menyimpan energi yang positif, dan untuk menghimpun energi alam semesta itu haruslah kita tarik dengan energi yang positif pula yakni perasaan yang positif dan pikiran yang positif bahwa seluruh apa yang ada di sekeliling kita adalah Rohmatulloh: "Dan rohmat Ku meliputi segala sesuatu" (surat Al A'rof / ayat 156). Sehingga kesuksesan akan lebih mudah dicapai oleh orang-orang yang menyebarkan sinyal positif, sebagaimana tersebut dalam Alquran: "Sesungguhnya rohmat Allah itu dekat kepada orang-orang yang positif" (surat Al-A'rof / ayat 56).

Alquran telah menerangkan, "Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, pasti Aku ijabahi doamu" (surat Al-Mu'min / ayat 60). Ayat ini menerangkan tentang keyakinan dalam meraih sesuatu. Keyakinan adalah kunci dari sebuah cita-cita, juga kunci dari segala kesuksesan. Setiap orang yang sukses di dunia ini pasti diawali dengan sebuah keyakinan sehingga mereka lebih optimis dan termotivasi dalam bekerja. Jika kita telah meyakini sesuatu hal, pasti kita akan mendukung keyakinan tersebut, dan jika keyakinan kita itu benar terjadi, maka keyakinan kita akan semakin kuat.

Mengapa yaqin itu menjadi kunci? Bagaimanakah penjelasan ilmiyahnya?

Menurut fisika kuantum, bahwa secara ilmiyah, ternyata semua benda adalah 99,9% merupakan cahaya stabil yang memadat pada titik nol, cahaya tersebut memiliki energi yang bergetar atau yang disebut 'frekuensi'. Inilah kunci untuk mencapai apapun yang kita inginkan. Kita adalah sebuah medan energi yang beroperasi di medan energi yang lebih besar, dan energi yang kita butuhkan ada di Medan Titik Nol di sekeliling kita saat ini juga. Fisika kuantum mengatakan kepada kita bahwa segala sesuatu datang dari medan titik nol. Satu-satunya perbedaan antara tubuh kita dengan benda, uang, rumah, orang, dan sebagainya adalah frekuensi getarannya. Jadi kuncinya adalah: Jika kita ingin menarik hasil baru dibidang apapun, Anda adalah hasil baru tersebut!, yang harus kita lakukan adalah bertindak menjadi selaras atau harmonis dengannya, atau menyamakan frekuensi.

Inilah yang harus diingat dalam meraih sesuatu, bahwa saat berkehendak meraih sesuatu, perasaan kita janganlah hanyut pada apa yang tidak diinginkan, janganlah hanyut pada apa yang ditakutkan, janganlah hanyut pada apa yang dihindari, tapi pusatkan perhatian pada apa yang kita inginkan. Oleh sebab itulah Rosulullah juga bersabda: "Ad-du'au mukhkhul 'ibadah, artinya: Doa itu otaknya ibadah". Mengapa disebut otaknya ibadah? Karena otak atau fikiran yang terfokus pada rohmatullah sangat mendukung hasil yang positif. Jika kita memusatkan kerja otak pada apa yang kita harapkan, bukan pada apa yang kita takutkan, atas Pertolongan Allah maka alam semesta akan membukakan jalan demi jalan menuju apa yang kita harapkan tersebut, inilah yang dimaksud dengan"Ad-du'au mukhkhul 'ibadah".

Jika seseorang meyakini bahwa kehendaknya dikabulkan fainsyaallah dikabulkan, akan tetapi jika seseorang meyakini bahwa kehendaknya ditolak maka Allah akan bertindak seperti hal tersebut. Jadi yaqinlah dan jangan ragu-ragu. "Berdoalah kepada Allah, dan kamu yaqin dikabulkan oleh Allah" (surat Al-Mu'min / ayat 60).

Allah Maha Pemurah dan selalu mengabulkan tekad setiap manusia yang ada didalam hatinya, bukan hanya yang terucap oleh lisannya saja. Jika ada konflik antara lisan dan hati, maka yang 'menang' adalah yang menancap kuat di dalam hati. Sebagai contoh jika seorang yang miskin berdoa meminta agar menjadi kaya, secara lisan ia memohon agar menjadi kaya tetapi dalam hatinya ia tidak yakin bisa menjadi kaya, maka hasilnya adalah ia akan selalu miskin.

Disamping menyelaraskan frekuensi, dibutuhkan pula keikhlasan karena ikhlas itu mampu menjadikan semua getaran negatif yang menghambat doa kita dapat terkikis. Ketika kita ikhlas maka alam vibrasi melalui mekanisme kuantum akan berkolaborasi membantu mewujudkan niat-niat kita. Hal ini sesuai dengan kenyataan pada level kuantum membuktikan bahwa "semakin dalam, semakin halus, maka semakin dahsyat". Analoginya dalam fisika kuantum ialah: bahwa energi nuklir yang berjuta-juta kali lebih halus itu ternyata lebih powerfull dari pada energi kimia. Fikiran lebih dalam dan lebih halus dari otot maka energi fikiran lebih kuat dari energi otot. Rasa bathin lebih dalam dan lebih halus dari olah fikir maka bathin lebih kuat dari fikiran. Sehingga energi ikhlas yang sangat halus yang berada di hati terdalam pun akan lebih dahsyat dari pada energi emosi atau energi fikiran, apalagi energi otot. Maka kehendak dan perilaku yang didasari ikhlas akan memunculkan kekuatan yang dahsyat.

Satu hal lagi, memang benar jika sesungguhnya doa itu identik dengan keajaiban. Berbicara soal keajaiban, menurut pandangan logika bahwa keajaiban itu bertentangan dengan hukum alam, tetapi menurut pandangan metafisika bahwa keajaiban itu tidak bertentangan dengan hukum alam.  Mengapa demikian?  Karena 'kesadaran hati' (sesuatu yang sangat tidak tampak) adalah yang menggerakkan fikiran (sesuatu yang tidak tampak), lalu fikiran (sesuatu yang tidak tampak) adalah yang menciptakan karya (sesuatu yang tampak).

Sesuatu yang tampak seperti gedung pencakar langit, pesawat terbang, teknologi super canggih, itu semua diciptakan oleh sesuatu yang tidak tampak yaitu fikiran, dan fikiran digerakkan oleh kesadaran bathin yang lebih tidak tampak lagi oleh panca indera.

Jadi 'sesuatu yang sangat tidak tampak' adalah penyebab dari munculnya 'sesuatu yang tidak tampak', dan 'sesuatu yang tidak tampak' adalah penyebab dari munculnya 'sesuatu yang tampak'.

Oleh sebab itu bagi ilmu metafisika, bahwa "keajaiban bukanlah sesuatu yang bertentangan dengan hukum alam, tetapi sesuatu yang bertentangan dengan pemahaman kita tentang hukum alam itu sendiri".

Ini disebabkan karena cara berpikir dan cara bekerja manusia terbiasa dalam lingkup ruang dan waktu, padahal kenyataannya, perasaan dan pikiran manusia tidak terbatas hanya pada ruang dan waktu saja. Luasnya rasa bathin manusia melampaui luasnya fikiran, dan luasnya fikiran melampaui luasnya alam semesta, atau dengan kata lain: luasnya 'sesuatu yang tidak tampak' melampaui luasnya 'sesuatu yang tampak'.

Dan jika 'sesuatu yang sangat tidak tampak' ini digerakkan oleh rasa yang ikhlas dan yaqin, merasakan Hadlir dan DekatNya, bersandar pada Berkat RohmatNya, dan bukan sekedar 'meminta' tapi mencurahkan gelora cinta pada Kekasihnya, niscaya ini akan mewujud jadi "kekuatan dahsyat" yang bisa bergerak memerintah alam semesta dan mampu memunculkan keajaiban-keajaiban serta mengambil-alih permasalahan dan kesulitan kita.*